Sabtu, 02 April 2011

The Possessed

"every man who desires to attain total freedom must be bold enough to put an end to his life". (Kirilov, Dostoeysky)

Jumat, 01 April 2011

Tragedi Yunani Kuno: Persona dan Topeng

Berasal dari idealisme topeng dalam permainan teater. Persona? Konsep yang merupakan suatu pelarian dari kekangan filsafat Yunani Kuno. Persona terkait erat dengan pemahaman kosmologis Yunani Kuno yang memandang kosmos sebagai suatu realitas yang indah, cantik, dan segala sesuatu diatur dalam hukum kosmos ini. allah atau dewa-dewi sekalipun diatur dalam tatanan ini sehingga, dewa-dewi sekalipun tidak bebas dari keteraturan mutlak ini. Keteraturan ini menuntut ketaatan moral karena hukum mengatur demikian agar kosmos tetap teratur. Lantas apa pelariannya? teater. 

Dalam teater, pemain teater menggunakan topeng yang kemudian bisa bereskpresi secara bebas, mengungkapkan pemberontakan, kebebasan, tanpa takut akan dosa atau hukuman dari dewa-dewi. Topeng dalam teater adalah pemberontakan, sebab yang memberontak bukanlah pribadi pemain, tetapi pribadi yang ia lakonkan dalam pementasan itu. Tentu saja "suara kebebasan" itu bukan hanya dinikamati oleh pemeran teater yang memakai topeng itu tetapi juga pendengar dan penonton. Mereka semua pada moment itu untuk sejenak menikmati yang namanya "suara kebebasan", suatu suara yang mengungkapkan keinginan banyak orang yang dalam situasi normal tidak sanggup untuk diungkapkan. Pada saat itu semua orang berpikir keluar dari pemikiran yang umum, sebab mereka diajak untuk memikirkan sesuatu yang di luar tatanan ssehari-hari.

Mungkin ini juga yang menginspirasi banyak orang untuk melakukan protes lewat sastra, lewat teater, lewat puisi dan lagu, karena dengan demikian bisa belindung di bawah alibi suatu karya sastra. Karya sastra yang menyampaikan pesan, termasuk pesan pemberontkan dari situasi yang menindas.

Namun, bagaimana mungkin sesuatu yang diperankan itu, suatu idealisme baru yang dipentaskan itu bisa menjadi kenyataan? Di sini lah pemahaman baru persona yang dari topeng, dari suatu yang aksidental menjadi suatu yang substantif. Dari topeng, suatu yang bisa dilepaskan pasca pementasan menjadi sesuatu yang dihidupi, suatu yang menjadi satu dengan jiwa dan raga. Pemahaman persona dan kebebasannya seabagai suatu yang subsatantif dan konstitutif itulah sumbangsi pemikiran patristik. Sebab,  pemikiran Yunani Kuno, dari Plato ataupun Aristoteles tidak pernah bisa mengangakat gagasan persona dan kebebasannya seperti yang kita alami saat ini. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan menjelasakan hidup yang kekal, hidup yang terus berlangsung. Baginya mereka, persona hanya melekat pada manusia selagi ia hidup, kematian membuyarkan semuanya.