Rabu, 30 Maret 2011

Lahirnya Pancasila



 Mardeka sekarang
Indonesia harus merdeka sekarang.  Pemikiran yang njelimet dan membicarakan hal-hal kecil untuk kemerdekaan menghalangi proses kemerdekaan. Kemardekaan: jembatan emas, di seberang jembatan emas itu baru akan disempurnakan segala persoalan masyarakat itu. Jangan gentar untuk merdeka sekarang, dan apaka kita berani mardeka atau tidak? Bukan mardeka dalam hati (Tuan Soetardjo), dalam Indonesia yang mardeka, kita memardekaan hatinya. Di dalam Indonesia merdeka itu kita menyehatkan rakyat kita dan menyempurnakan segala sesuatunya. Indonesia sudah memenuhi syarat internasional untuk merdeka yaitu bumi(tanah), rakyat, dan pemerinta.
Sebuah kemerdekaan membutuhkan dasar yang menjadi fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi (Landasan philosofis/ “Weltanschauung”)

Pancasila-trisila-ekasila sebagai fondamen Kemerdekaan
  1. Kebangsaan Indonesia
Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia. Mendirikan Negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat suatu golongan, indonesia yang bulat bukan jawa saja, atau maluku saja, tetapi bangsa Indonesia adalah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolotik yang ditentukan oleh Allah STW tinggal dalam kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Sumatra-Irian, menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua samudra, itulah tanah air kita.  Seluruhnya !

  1. Internasionalisme-atau perikemanusiaan
Prinsip kemanusiaan ini ada bahayanya, yaitu orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berfaham “Indonesia uber Alles”. Padahal tanah air kita hanya satu bagian kecil saja dari dunia. Janganlah berpaham kebangsaan sempit tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan dunia. Namun internasionalisme bukan berarti kosmopolitanisme. Internasionalisme tidak akan berkembang subur kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Persaudaraan dunia, menuju persatuaan dunia, kekeluargaan bangsa-bangsa. Mengutip Gandhi: “My nationalisme is humanity”

  1. Mufakat-atau demokrasi
Negara buat “semua”. Prinsip mufakat-perwakilan, menjadi cara kita memperbaiki segala hal dengan jalan permusyawarahan di dalam perwakilan rakyat. Apa yang belum memuaskan, kita bicrakan kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya saudara-saudara Kristen ingin tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk dalam perwakilan Indonesia adalah kristen.
  1. kesejateraan social
Janganlah saudara kira, bahwa kalau badan perwakilan rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kalau kita menccari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ekonomische demoratie, yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat ingin sejahrera, tidak akan ada kemiskinan, hidup dalam kesejahteraan, dan merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup sandang, pangan dan papan. Bukan kaum capital yang merajalela tetapi di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan yang sebaik-baiknya.

  1. ketuhanan
Prinsip yang ke lima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Bukan saja bansa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Marilah kita semua bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada ‘egoisme-agama’. Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara berkeadaban, yaitu hormat menghormati satu sama lain.

Indonesia yang Tulen
            Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong.
            “Gotong royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”. Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tapi gotong royong menggambarkan suatu usaha, suatu amal, suatu pekerjaan, yang dinamakan anggota terhormat Soekardjo satu karya, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karya, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebaghagiaan semua. Gotong royong antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang islam dan yang kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-saudara, yang saya usulkan kepada Saudara-saudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar